Ketua DPP PDI-P Tegaskan Anies Batal Diusung karena Perintah Megawati, Bukan Mulyono
Sabtu, 31 Agustus 2024
JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P Deddy Yevri Sitorus menegaskan, partainya batal mengusung Anies dalam Pilkada 2024 karena perintah ketua umum Megawati Soekarnoputri, bukan sosok "Mulyono".
Deddy mengakui, terjadi dinamika di internal partainya menjelang pendaftaran pasangan calon kepala daerah. Di Jakarta misalnya, ada keinginan dari pengurus daerah mengusung Anies Baswedan. Tapi di sisi lain, sebagian kader juga ingin PDI-P memajukan kadernya sendiri. "Bahwa dinamika yang terjadi realnya, bukan omongan orang, adalah karena ada keinginan yang kuat.
Di satu sisi DPD (PDI-P) DKI, pengurus provinsi kita DKI, itu sangat ingin untuk mengusung Mas Anies, karena dianggap sudah paham situasi Jakarta dan Pilpres kemarin, suaranya juga cukup bagus," kata Deddy kepada Kompas.com, ditemui di Kantor DPP PDI-P, Jumat (30/8/2024) sore. "Di sisi lain ada juga keinginan yang sangat kuat, karena ini ibu kota, maka perlu kader dimajukan untuk membuktikan bahwa kita memang punya proses kaderisasi yang bagus," tambahnya.
Pada akhirnya, dari dinamika tersebut, diputuskan bahwa PDI-P mengusung kader internal pada Pilkada Jakarta, yakni Pramono Anung-Rano Karno. Kata dia, Pramono pun juga ditugaskan langsung oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri untuk maju Pilkada Jakarta sebagai bakal calon gubernur. Oleh karena itu, ia memastikan tak ada intervensi dari Presiden Jokowi, yang nama masa kecilnya adalah Mulyono.
"Jadi saya tidak melihat gimana ada Mulyono-Mulyonoan itu, karena itu Mas Pram kan ditanya, 'Kamu mau enggak berjuang, ini permintaan teman-teman kader?' Dan itu perintah langsung Bu Mega. Dan Mas Pramono Anung mengatakan, 'Saya siap kalau ditugaskan," beber anggota DPR RI ini.
Sementara itu, di Pilkada Jabar berbeda. Deddy menegaskan bahwa tidak ada nama Anies yang digodok di internal partainya untuk maju di Pilkada Jabar. Menurutnya, informasi nama Anies menguat akan dimajukan PDI-P di Pilkada Jabar justru didapat dari pemberitaan media, baik media massa maupun media sosial.
"Jadi itu bukan proses internal. Memang ketika begitu gencar narasi itu muncul di media mainstream maupun di media sosial, ada pembicaraan di dalam internal partai. 'Oh, gimana ya (Anies Jabar)?' Gitu lah. Tapi kan hitungan kita, beliau (Anies) kan memang Jakarta. Apa namanya, basis pemilihnya," jelas dia. "Kalau harus bertarung di Jawa Barat, maka perlu waktu yang sangat panjang untuk mengenalkan beliau lagi di sana sebagai gubernur," sambung Deddy.
Alhasil, PDI-P pun mengusung mantan Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata dan artis Ronal Surapradja untuk Pilkada Jabar 2024.
Di sisi lain, Ketua DPD PDI-P Jawa Barat Ono Surono justru mengakui partainya sempat ingin mengusung Anies, namun gagal di detik akhir.
Ia mengatakan, gagalnya PDI-P mengusung Anies Baswedan pada Pilkada Jabar 2024, karena adanya campur tangan orang bernama Mulyono. Ono menuding Mulyono sebagai aktor utama dari penjegalan tersebut. Namun, Ono tidak menjelaskan siapa Mulyono yang dimaksud.
"Ada tangan-tangan dari luar yang tidak menghendaki Pak Anies diusung di Jabar. Mulyono dan geng," ujar Ono kepada awak media saat konferensi pers di Kantor KPU Jabar, Jalan Garut, Kota Bandung, Jumat dini hari.
Namun, Ono tidak secara spesifik merinci upaya penjegalan yang dilakukan oleh Mulyono dan kelompoknya terhadap Anies Baswedan dan PDI-P. Ono mengatakan, alasan Anies dipilih sebagai bakal calon gubernur Jabar karena merupakan figur nasional asli kelahiran Kabupaten Kuningan, Jabar, yang diyakini mampu membawa perubahan di Provinsi Jabar. Anies juga dinilai berhasil membangun Jakarta sebagai kota megapolitan dengan sejumlah program unggulan.
Sumber: kompas