Ismail Haniyeh Dibunuh, Siapa Pemimpin Hamas Selanjutnya?
Minggu, 04 Agustus 2024
Gaza City - Kelompok Hamas bersiap untuk memilih pemimpin politik selanjutnya setelah pembunuhan Ismail Haniyeh di Iran, yang diduga didalangi oleh Israel. Siapa saja kandidat yang berpotensi menggantikan mendiang Haniyeh sebagai pemimpin biro politik kelompok yang menguasai Jalur Gaza tersebut?
Seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Sabtu (3/8/2024), spekulasi beredar mengenai suksesi penting hampir 10 bulan setelah perang Gaza meletus setelah serangan mematikan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober tahun lalu.
Haniyeh yang berbasis di Qatar, terpilih menjadi pemimpin biro politik Hamas pada tahun 2017. Dia tewas dalam serangan menjelang fajar yang menghantam wisma tamu tempatnya menginap selama berada di Teheran pada Rabu (31/7), usai menghadiri seremoni pelantikan Presiden baru Iran Masoud Pezeshkian.
Kontensi dari suksesi ini -- kematian akibat kekerasan di tengah perang selama berbulan-bulan di Jalur Gaza -- mungkin lebih mempengaruhi masa depan Hamas daripada kepribadian individu pemimpinnya.
Meskipun munculnya kelompok pragmatis yang bergerak ke arah pengakuan tidak langsung atas hak keberadaan Israel, para anggota Hamas tetap berkomitmen pada pendekatan tanpa kompromi dalam memperjuangkan negara Palestina, termasuk melalui cara bersenjata.
Seorang sumber dari Hamas mengatakan kepada AFP bahwa "hubungan dengan negara-negara Arab dan negara-negara Islam" juga akan dipertimbangkan dalam memilih pemimpin berikutnya.
Berikut beberapa nama pejabat senior Hamas yang berpotensi menjadi pemimpin politik Hamas selanjutnya:
- Khalil al-Hayya
Al-Hayya merupakan wakil kepala biro politik Hamas di Jalur Gaza, dan disebut mengenal baik pemimpin kelompok itu di wilayah tersebut, Yahya Sinwar.
Tahun 2006 lalu, Al-Hayya memimpin blok parlemen Hamas, yang baru saja memenangkan pemilu. Perselisihan politik dan administratif yang terjadi pada bulan-bulan berikutnya menandai dimulainya perpecahan antara Hamas dan Fatah, yang dipimpin Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas.
Al-Hayya yang berulang kali menekankan pentingnya perjuangan bersenjata, telah kehilangan beberapa anggota keluarganya dalam operasi militer Israel, termasuk salah satunya yang menargetkan rumahnya di Jalur Gaza bagian utara tahun 2007 lalu.
- Musa Abu Marzuk
Marzuk merupakan anggota senior biro politik Hamas, yang dinilai mirip dengan Haniyeh dalam pendekatan pragmatisnya saat bernegosiasi.
Misalnya, Marzuk telah menyatakan dukungan terhadap "gencatan senjata jangka panjang" dengan Israel, dan mendukung penerimaan perbatasan Palestina yang ditetapkan setelah perang Arab-Israel tahun 1967 silam, yang masih menjadi perdebatan bagi sebagian kalangan Hamas.
Tahun 1990-an silam, Marzuk sempat tinggal di Amerika Serikat (AS), di mana dia ditangkap atas tuduhan penggalangan dana untuk sayap bersenjata Hamas. Dia kemudian tinggal di pengasingan, termasuk di Yordania, Mesir dan Qatar.
Marzuk sebelumnya disebut-sebut sebagai calon penerus pemimpin Hamas, namun sejauh ini belum mendapatkan kesuksesan.
- Zaher Jabarin
Jabarin yang menjabat bendahara Hamas sejak lama ini dikenal dekat dengan Haniyeh, dan terkadang digambarkan sebagai salah satu tangan kanannya.
Setelah ditahan di penjara Israel, dia dibebaskan tahun 2011 sebagai bagian dari pertukaran pembebasan tentara Israel bernama Gilad Shalit, yang disandera Hamas selama lima tahun.
Jabarin yang memiliki hubungan kuat dengan Turki, yang pernah menjadi tempat tinggalnya, telah merekrut orang-orang untuk aktivitas pencucian uang berskala besar, dengan dua orang di antaranya ditangkap di Israel tahun 2018.
Dia juga pernah terlibat dalam sejumlah operasi mematikan yang dilancarkan sayap bersenjata Hamas.
- Khaled Meshaal
Meshaal merupakan pendahulu Haniyeh yang tinggal di pengasingan sejak tahun 1967, mulai dari di Yordania, Qatar, Suriah hingga beberapa negara lainnya.
Dia diangkat menjadi pemimpin politik Hamas setelah Israel membunuh pendiri kelompok itu, Ahmed Yassin, dan kemudian penggantinya, Abdelaziz al-Rantisi.
Tahun 1997 silam, Meshaal berhasil selamat dari percobaan pembunuhan, dengan modus diracun, saat berada di Amman, Yaman. Percobaan pembunuhan itu disebut didalangi oleh agen intelijen Israel, Mossad.
Sementara itu, saat tinggal di Suriah, Meshaal mengkritik rezim Damaskus atas penindasan sarat kekerasan terhadap aksi protes antipemerintah, yang menyebabkan perselisihan dengan Iran, sekutu strategis Suriah dan pendukung utama Hamas.
- Yahya Sinwar
Sinwar terpilih untuk memimpin Hamas di Jalur Gaza sejak Februari 2017. Sosoknya dikenal sebagai seorang garis keras dan diduga menjadi dalang serangan 7 Oktober tahun lalu.
Sinwar yang kini berusia 61 tahun, telah menghabiskan waktu 23 tahun di dalam penjara Israel sebelum dibebaskan tahun 2011 lalu sebagai bagian dari pertukaran tahanan.
Lahir di Khan Younis, Jalur Gaza bagian selatan, Sinwar bergabung dengan Hamas ketika kelompok itu berdiri tahun 1987 silam, atau tahun terjadinya intifada atau pemberontakan pertama. Dia kemudian mendirikan Majd, yang merupakan badan keamanan inetrnal kelompok Hamas.
Sinwar yang merupakan mantan komandan sayap bersenjata Hamas, Brigade Ezzedine Al-Qassam, menjadi salah satu sosok yang paling diburu oleh Israel. Namanya muncul dalam daftar teroris internasional yang dijatuhi sanksi oleh AS.
Sinwar yang pergerakannya sangat dirahasiakan, belum pernah muncul ke publik sejak 7 Oktober tahun lalu ketika perang berkecamuk di Jalur Gaza menyusul serangan mengejutkan Hamas terhadap Israel.
Sumber: detik